Diceritakan oleh Abu Hafsh ’Umar bin al-Husain as-Samarqandy, bahwa di kota Madinah al-Munawwaroh terdapat seorang saudagar kaya raya yang mempunyai dua anak laki-laki. Saudagar itu hidup bahagia dan sangat menyayangi kedua anaknya. Hingga ia pun berwasiat agar jika meninggal dunia, hartanya dibagi rata untuk kedua anaknya itu.
Benar saja, begitu saudagar tersebut meninggal dunia, semua hartanya dibagikan kepada kedua anak tersebut. Nah, pada saat dilakukan pembagian harta itulah, mereka mendapati bahwa diantara harta yang harus dibagi terdapat tiga helai rambut Rasulullah saw. Maka mereka pun bermusyawarah mengenai hal itu.

“Bagaimana, adikku?”, Tanya sang kakak meminta pendapat adiknya.

Adiknya menyarankan untuk membagi sehelai-sehelai dahulu untuk masing-masing di antara mereka. Kakaknya sepakat, dan mereka mendapat masing-masing satu helai. Tinggal satu helai lagi yang tertinggal.

“Bagaimana jika yang satu ini kita potong menjadi dua. Satu untukku dan satu lagi untukmu?”, usul sang kakak.

“Jangan, Kak,” tolak sang adik tidak setuju. Tampaknya ia sangat menghormati rambut junjungannya itu, hingga tak berkenan jika harus dipotong menjadi dua.

“Begini saja, Kak. Rambut yang satu helai untukku, kakak boleh ambil bagianku yang menurut kakak senilai dengan rambut itu,” tiba-tiba sang adik menyampai usulnya. Tentu saja kakaknya langsung setuju.

Tak hanya itu, ia bahkan menawarkan untuk adiknya semua rambut Rasulullah saw.

“Bagaimana jika kau ambil saja semua rambut Rasulullah ini. Dan semua harta bagianmu untukku?”, katanya pada sang adik.

“Ya. Aku setuju,” jawab adiknya. Maka diambilnya tiga helai rambut Rasulullah itu dan dimasukkan ke dalam saku baju bagian atas, lalu dikeluarkan lagi sambil membacakan shalawat untuk Nabi saw.

Demikianlah, kakak beradik itu akhirnya menyepakati bahwa semua harta peninggalan ayah mereka untuk sang kakak. Sedangkan adiknya mendapatkan tiga helai rambut Rasulullah saw. Sang adik tidak merasa rugi sedikitpun, walaupun harus kehilangan seluruh hartanya demi mendapatkan tiga helai rambut itu. Dan sebaliknya, kakaknya juga merasa bahwa apalah arti tiga helai rambut itu dibanding harta peninggalan sang ayah yang melimpah ruah.

Di kemudian hari, ternyata harta peninggalan ayah mereka yang akhirnya menjadi milik sang kakak itu berangsur-angsur habis hingga tak tersisa sama sekali. Dan sang kakak jatuh miskin. Sedangkan adiknya, beberapa tahun kemudian justru hartanya kian bertambah, hingga menjadi kaya raya melebihi kekayaan sang ayah dahulu kala. 

Kecintaannya pada Rasulullah saw itu ternyata membawa keberkahan dalam hidupnya.

Posting Komentar

 
Top