Oleh : Bilif Abduh
Amal yang baik dianalogikan sebagai pohon yang lebat buahnya dan buah tersebut tidak saja bermanfaat bagi orang yang menanamnya tetapi juga bagi banyak orang.
Rasulullah menyatakan bahwa belum sempurna keimanan seseorang kecuali dibarengi berbuat kebaikan (amal baik) sebagai bukti keimanannya. Allah menjanjikan pahala yang berlipat bagi setiap pelaku kebaikan.

Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).'' (QS Al-An'am [6]: 160).
Di tengah situasi dan kondisi bangsa akhir-akhir ini, ketika cobaan seakan datang tak kenal henti, sekaranglah saatnya bagi bangsa ini untuk kembali sebagai bangsa yang ramah dan menjunjung tinggi kebaikan. Bencana dan cobaan adalah gerbang bagi kita untuk kembali menghidupkan semangat tolong-menolong, semangat berbuat kebaikan di antara sesama kita.
Dalam konteks hubungan antar manusia (pergaulan sosial), minimal ada tiga nilai positif yang terkandung dalam amal baik.  
  1. Ia menjadi pendorong pelakunya untuk berbuat lebih baik lagi. 
  2. Ia dapat menyenangkan orang yang ditolong, serta bisa menjadi penggerak bagi orang tersebut untuk ikut berbuat kebaikan pula. 
  3. Amal baik, dalam beragam bentuknya dapat memperkuat rasa persaudaraan.
    Bisa kita bayangkan, betapa indahnya andai semangat tolong-menolong (beramal baik) ini dapat menjadi lingkaran kebaikan dalam ruang sosial kita. Setiap orang mendambakan kebaikan buat dirinya tapi seringkali juga lupa bahwa kebaikan yang datang sesungguhnya adalah buah dari amal baiknya sendiri yang mesti diusahakan.
    Sebuah pepatah Arab mengatakan, ''Ashlih nafsaka yashluh laka an-nas.'' Artinya, perbaiki dirimu sendiri niscaya orang lain juga berbuat baik padamu.

    Allah berfirman, ''Jika kamu berbuat baik maka sesungguhnya kamu berbuat kebaikan untuk dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kejahatan itu bagi dirimu sendiri.'' (QS Al-Isra' [17]: 7).
    Sebagai hamba yang merindukan pertemuan dengan Tuhannya, ternyata amal baik adalah modal utama di samping iman.
    ''Barang siapa yang merindukan pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal baik serta tidak mempersekutukan Tuhannya dengan apa dan siapapun.'' (QS Al-Kahfi [18]: 110).
    Jika kita meyakini bahwa hidup hanya sementara dan bahwa kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat yang kekal, maka mengapa menunda-nunda untuk berbuat kebaikan.

    Ingatlah, di kehidupan yang berikutnya nanti, teman sejati kita hanyalah amal baik kita.

    Next
    Posting Lebih Baru
    Previous
    This is the last post.

    Posting Komentar

     
    Top